-->

Keadaan Kampung Poligami di Sidoarjo dan Cerita di Balik Kepopulerannya



Seiring perkembangan zaman, menurut Sukatib, sudah tidak ada lagi warga di Jalan Wayo yang melakukan poligami. "Sekarang tinggal anak-anaknya, tidak ada yang melakukan poligami," ujarnya.

Budaya poligami yang pernah subur di kampung ini, hingga diabadikan menjadi nama jalan, yakni Jalan Wayo. Nama itu diambil dari kata Wayuh yang dalam bahasa Jawa berarti mempunyai istri lebih dari satu.

Tokoh masyarakat Desa Kedung Banteng Ipni Hidayat (50) menjelaskan, Jalan Wayo ini ada sejak puluhan tahun silam. Menurut dia, pemberian nama jalan ini dilakukan secara spontan oleh para pemuda desa kala itu.

"Memang ada beberapa warga yang menikah lagi, tapi secara diam-diam, istilah Jawanya Wayuh," ungkapnya.

Nama jalan ini, tambah Ipni, memang sempat menimbulkan pro dan kontra di kalangan warga setempat. Dengan alasan sudah berlangsung lama dan terlanjur terkenal, sebagian besar warga memilih untuk mempertahankan nama tersebut.

Jika berkunjung ke kampung ini, akan mudah untuk menemukan Jalan Wayo. Papan nama jalan sepanjang sekitar 300 meter itu masih terpasang hingga saat ini. Meski kondisinya sudah tidak terawat.



"Akhirnya dipertahankan untuk memudahkan warga turun dari angkutan desa," tandasnya. 

0 Komentar Keadaan Kampung Poligami di Sidoarjo dan Cerita di Balik Kepopulerannya

Posting Komentar

Back To Top